Sunday 17 June 2012

PEMBAGIAN HUKUM FIQIH

Para ulama telah membagi hukum-hukum fikih tersebut sebagai berikut.
1. Hukum yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah SWT, seperti salat, puasa dan haji; dinamakan dengan ibadah.
2. Hukum yang ber­kaitan dengan permasalahan keluarga, seperti nikah, talak, masalah keturunan, dan nafkah; dise­but ahwal asy-syakhsiyyah.
3. Hukum yang ber­kaitan dengan hubungan antara sesama manusia dalam rangka memenuhi keperluan masing-masing yang berkaitan dengan masalah harta dan hak-hak; disebut muamalah.
4. Hukum yang berkaitan dengan perbuatan atau tindak pidana; disebut jinayah atau 'uqubah.
5. Hukum yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa antara sesama ma­nusia, dinamakan ahkam al-qada'.
6. Hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dan warganya; disebut al-ahkam as-sultaniyyah atau siyasah asy-syar'iyyah.
7. Hukum yang mengatur hubung­an antarnegara dalam keadaan perang dan damai; disebut siyar atau al-huquq ad-dawliyyah.
8. Hu­kum yang berkaitan dengan akhlak, baik dan buruk; disebut dengan adab.
Keseluruhan hukum yang disebutkan di atas tidak hanya mengandung makna keduniaan, tetapi juga mengandung makna keakhiratan. Artinya, nilai dari suatu hukum tidak hanya terkait dengan hukum di dunia ini, tetapi juga hukum ukhrawi, karena Islam tidak memisahkan antara dunia dan akhirat, walaupun keduanya bisa dibedakan.


http://pelajaranfiqih.blogspot.com/2009/03/pembagian-hukum-fiqh_18.html
 

Antara Dengki dan Persaingan


Antara Dengki dan Persaingan
Sekecil apapun kadarnya, semua orang pernah merasakan kedengkian. Hanya saja sikap yang diambil ketika dengki mulai tumbuh, masing-masing orang berbeda. Ada yang segera memangkasnya, ada pula yang membiarkannya tumbuh menjadi pohon hasad yang berbuah kezhaliman.
Dengki dalam bahasa kita adalah perasaan tidak suka pada orang tertentu yang meraih atau mendapat suatu karunia. Dengki sering digunakan untuk memaknai hasad. Tapi hasad, sebenarnya, bukan hanya perasaan tidak suka tapi juga disertai keinginan agar nikmat tersebut berpindah tangan atau hilang darinya. Sehingga tak mengherankan jika hasad sering menjadi biang kerok dari berbagai tindak kezhaliman sebagai bentuk pelampiasannya. Sampai-sampai, ada ayat khusus yang memerintahkan manusia berlindung dari ulah pendengki (QS. Falaq; 5).
Ada banyak hal yang bisa menyebabkan dengki; persaingan, dendam, sifat takabur, dan kebencian. Atau, dengki yang memang sudah mengurat akar menjadi karakter hati seseorang. Dimana hatinya senantiasa gelisah terhadap apapun yang didapatkan orang disekelilingnya dan ingin merampasnya.
Jika kita klasifikasikan menurut levelnya, dengki akan terbagi menjadi tiga level;
Pertama, perasaan tidak suka pada orang lain, tetangga atau saingan, atas nikmat yang diperoleh, namun perasaan ini segera diredakan. Rasa semacam ini muncul begitu saja dalam hati. Biasanya, hal itu disebabkan karena orang yang mendapat nikmat tersebut berada pada strata yang lebih rendah daripada dirinya dalam hal tertentu. Sehingga ketika dia mampu meraih atau mendapat sesuatu yang lebih, dengki pun muncul di hati. Akan tetapi karena segera diredakan – mungkin dengan instrospeksi diri bahwa setiap manusia memiliki nasibnya sendiri-sendiri misalnya-, kedengkian itu meredup dan padam. Maka, selamatlah ia.
Kedua, kedengkian yang dipendam dan dibiarkan membara dalam hati. Tidak segera diobati tapi juga tidak dilampiaskan. Memang, Ibnu Taimiyah pernah berkata bahwa asalkan tidak dilampiaskan, kedengkian tidak akan membahayakan. Namun seringnya, tidak dilampiaskannya dengki tersebut bukan karena tidak mau, tapi lebih karena tidak mampu. Kedengkian semacam ini, meski tidak memunculkan perbuatan buruk berupa kezhaliman tapi akan menyebabkan hati menjadi kotor. Ia seperti bom waktu yang meledak jika ada kesempatan. Intinya, rasa ini juga harus dihilangkan.
Ketiga, kedengkian yang dilampiaskan. Level pelampiasan dengki paling rendah adalah dengan ucapan. Saat melihat yang didengki mendapat nikmat, kedengkian mengontrol lidahnya untuk merajut kata-kata keji; fitnah, ghibah, komentar miring dan berbagai ungkapan ketidaksukaan. Level selanjutnya adalah kezhaliman. Bermula dari rasa dengki, berlanjut menjadi perampasan, pencurangan hingga pembunuhan. Ada banyak contoh dalam hal ini, mulai dari Kisah Adam-Iblis, Habil Qabil, Yusuf dan saudaranya dan contoh lain di sekitar kita.
Antara dengki dan persaingan
Dalam semua literatur, dengki selalu dimasukkan dalam kategori al akhlaq al madzmumah, atau akhlak yang tercela. Ketercelaan ini bisa kita lihat dari mana asal dengki ini tumbuh. Seperti yang sudah disebutkan, motivasi tumbuhnya kedengkian rata-rata adalah motivasi yang buruk. Bisa juga dari sisi pelampiasannya berupa berbagai tindak kedzaliman.
Namun, jika kita cermati, rasa dengki sebenarnya hanyalah salah satu kategori dari sifat manusia yang selalu ingin bersaing (kompetisi). Bedanya, hasad atau dengki memilih jalan kiri untuk meraih keinginan; cara-cara kotor dengan tujuan  merampas atau menghilangkan nikmat dari yang didengki dan berbagai tindakan tercela. Sedang persaingan (munafasah) secara umum, adalah semacam rasa iri dan ketidakrelaan untuk disamai atau disaingi, yang kemudian memicu semangat untuk melakukan/meraih hal yang sama atau lebih. Sehingga, motivasi berupa rasa iri ini tidak semuanya buruk. Statusnya mubah jika dalam urusan mubah. Misalnya persaingan dalam hal bisnis, prestasi akademik dan lainnya. Tentu saja jika cara yang digunakan bersih. Tak hanya mubah, bahkan jika persaingan tersebut dalam hal kebaikan, bisa menjadi persaingan yang berpahala atau at tasabuq bil khairat saling berlomba dalam kebaikan. Rasa iri dalam kebaikan disebut ghibtah.
Rasulullah bersabda,
“Tidak ada hasad atau iri –yang disukai– kecuali pada dua perkara; (yaitu) seorang yang diberikan pemahaman Al-Qur`an lalu mengamalkannya di waktu-waktu malam dan siang; dan seorang yang Allah beri harta lalu menginfakkannya di waktu-waktu malam dan siang.” (HR. Muslim).
Nabi menamakan rasa itu sebagai hasad sebagai bentuk majaz karena secara motivasi ada kesamaan yaitu ingin memiliki apa yang dimiliki orang lain. Penjelasan panjang ini disarikan dari keterangan Ibnul Hajar dalam kitab Fathul Bari; 1/119 ketika menjelaskan maksud hadits di atas.
Tinggal Pilih
Nah, dari dua kategori hasad ini, manakah yang sekarang tengah tumbuh dalam hati kita? Adakah kedengkian yang buruk yang hanya menyiksa dan memenjarakan hati dalam kegelisahan? Kita berlindung kepada Allah dari hasad ini. Ataukah hasad yang baik? Yang menjadi motivasi kuat bagi kita untuk berlomba dalam kebaikan?Atau jangan-jangan, kita tidak dengki pada siapapun, tapi juga tak pernah iri dan termotivasi dengan kebaikan dan prestasi orang lain? Semoga saja tidak, karena kondisi ini, bisa menjadi pertanda buruk bagi iman dan semangat keislaman kita. Wallahua’lam. (T. Anwar)
http://www.arrisalah.net/kajian/2009/09/antara-dengki-dan-persaingan.html

Thursday 14 June 2012

BUDIDAYA IKAN HIAS MANFISH (Pterophyllum scalare)

1. PENDAHULUAN
Ikan manfish (Angle Fish) berasal dari Amerika Selatan, tetapi telah banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan manfish disebut Angle Fish (Ikan Bidadari), karena bentuk dan warnanya menarik serta gerakkannya yang tenang. Secara umum budidaya ikan manfish tidak membutuhkan lahan yang luas, bahkan dapat dilakukan dalam aquarium atau paso dari tanah, sehingga tidak membutuhkan investasi besar untuk budidayanya.
2. PEMIJAHAN
  1. Perbedaan induk jantan dan betina

    INDUK JANTAN
    INDUK BETINA
    - Ukuran relatif lebih besar dari induk betina pada umur yang sama
    - Dilihat dari atas perut pipih atau ramping
    - Bentuk kepala agak besar
    - Antara mulut dan sirip punggung berbentuk cembung.
    - Mempunyai ukuran relatif lebih kecil dari induk jantan
    - Perut terlihat besar dan menonjol
    - Kepala lebih kecil
    - Antara mulut ke sirip punggung membentuk garis lurus, kadang-dang menonjol sedikit.
  2. Pemilihan Induk

    1. Induk yang baik untuk dipijahkan adalah yang telah berumur lebih dari 6 bulan, dengan panjang induk jantan + 7,5 cm dan induk betina + 5 cm
    2. Untuk penentuan pasangan secara cermat, yaitu dengan cara menyiapkan induk-induk yang telah matang telur dalam satu bak (2 x 2) meter persegi dengan ketinggian air + 30 cm. Umumnya ikan manfish akan memilih pasangannya masing-masing. Hal ini dapat terlihat pada malam hari, ikan yang telah berpasangan akan memisahkan diri dari kelompoknya. Ikan yang telah berpasangan ini segera diangkat untuk dipijahkan.
  3. Cara Pemijahan
    1. Tempat pemijahan dapat berupa aquarium, bak atau paso dari tanah, diisi air yang telah diendapkan setinggi 30 - 60 cm
    2. Siapkan substrat dapat berupa daun pisang, seng plastik, kaca, keramik atau genteng dengan lebar + 10 cm dan panjang + 20 cm
    3. Substrat diletakkan secara miring atau terlentang
    4. Sebelum terjadi pemijahan, induk jantan akan membersihkan substrat dengan mulutnya
    5. Setelah terjadi pemijahan, telur akan menempel pada substrat. Untuk satu kali pemijahan telur dapt berjumlah 2.000 ~ 3.000 butir
    6. Selama pemijahan induk akan diberi makan kutu air dan cuk.
3. PEMELIHARAAN BENIH
Setelah induk memijah, penetasan telur dapat segera dilakukan. Penetasan telur ada beberapa cara:

  1. Substrat yang telah ditempeli telur diangkat, untuk dipindahkan kedalam aquarium penetasan. Pada waktu mengangkat substrat diusahakan agar telur senantiasa terendam air, untuk itu dapat digunakan baskom atau wadah lain yang dimasukkan ke tempat pemijahan
  2. Cara kedua yaitu telur ditetaskan dalam tempat pemijahan. Setelah menetas (2 ~ 3 hari) benih yang masih menempel pada substrat dapat dipindahkan ke aquarium. Pemindahan benih dilakukan dengan cara yang sama (1.) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan benih:
    1. Aquarium tempat menetaskan telur maupun pemeliharaan benih sebelumnya harus di persiapkan dahulu, yaitu dengan mengisi air yang telah diendapkan + 10 cm, kemudian bubuhkan methyline blue beberapa tetes, untuk mencegah kematian telur karena serangan jamur. Selanjutnya beri tambahan oksigen dengan menggunakan pompa udara.
    2. Telur dan benih yang masih menempel pada substrat tidak perlu diberi makan
    3. Setelah lepas dari substrat (3 ~ 4 hari) dapat diberikan makanan berupa rotifera atau kutu air yang disaring, selama 5 ~ 7 hari.
    4. Selanjutnya benih diberi kutu air tanpa di saring
    5. Setelah seminggu diberi kutu air, benih muali dicoba diberi cacing rambut.
4. PEMBESARAN
  1. Setelah benih memakan cacing rambut, perlu dilakukan penjarangan di aquarium yang lebih besar
  2. Pada 1,5 bulan dapat ditebar sebanyak + 1.000 ekor benih pada bak tembok berukuran (1,5 x 2) meter persegi dengan tinggi air 15 s.d. 20 cm
  3. Selanjutnya penjarangan dilakukan 2 minggu sekali dengan membagi dua, sehingga tiap kolam diisi 100 ekor
  4. Pada keadaan terbatas kepadatan lebih dari 100 ekor, asal ketinggian air ditambah serta diberi pompa udara
  5. Pembersihan kotoran dilakukan setiap hari dengan menyiphon dan air sebagaimana semula.
5. PENUTUP
  1. Karena bentuk dan warnanya yang menarik, serta gerakan yang tenang, sehingga minat masyarakat terhadap ikan manfish (Angle Fish) cukup besar)
  2. Harga ikan Manfish pun cukup tinggi, sehingga pembudidayaannya dapat dijadikan sebagai usaha sambilan yang dapat menambah penghasilan keluarga.
6. SUMBER
Dinas Perikanan, DKI Jakarta, Jakarta.

PENGENALAN JENIS IKAN HIAS (DISKUS, SEVERUM, RAINBOW, NIASA)

1. PENDAHULUAN
Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat DKI Jakarta khususnya petani ikan/nelayan telah ditempuh berbagai cara diantaranya memanfaatkan lahan pekarangan dengan usaha pemeliharaan ikan hias. Jumlah ikan hias khususnya ikan hias air tawar yang susah dapat dibudidayakan di Indonesia ada 91 jenis. Dari ke 91 jenis ikan tersebut, ada beberapa jenis ikan hias tersebut yang sangat potensial untuk dikembangakan karena selain dapat dipasarkan didalam negeri juga dapat merupakan komoditas eksport. Jenis-jenis ikan hias yang potensial tersebut antara lain ikan Diskus, Severum, Rainbow, dan Niasa. Untuk lebih mengenal jenis ikan tersebut pada Bab selanjutnya akan dikemukanan sifat dari ikan-ikan tersebut.
2. JENIS IKAN HIAS
  1. Diskus
    Ikan hias Diskus (Symhysodonodiscus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari sungai Amazon (Brasil). Jenis ikan tersebut mempunyai nilai ekonomis yang baik dan sangat disenangi di berbagai negara. Di Indonesia ikan Diskus sudah dapat dibudidayakan dan sangat potensil untuk dikembangkan karena selain dapat dipasarkan dipasaran lokal, juga dapat merupakan komoditas ekspor. Ciri khas dari ikan diskus ialah benetuk badannya tubuh pipih, bundar mirip ikan bawal dengan warna dasar coklat kemerah-merahan. Ikan diskus dapat dibudidayakan didalam Aquarium untuk sepasang diskus dapat ditempatkan dalam aquarium berukuran sekitar 75 x 35 x 35 cm kwalitas yang diperlukan untuk hidup dan berkembang ikan diskus yaitu di air yang jernih, temperatur sekitar 28 - 30 ° C pH (derajat keasaman) 5 - 6 selain itu kandungan Oksigen terlarutnya harus cukup tinggi yaitu + lebih besar dari 3 ppm (pxrt per million). Ikan Diskus sudah dapat dikembangbiakan setelah berumur antara 15 - 20 bulan. Adapun makanan yang umum dengan makan yaitu kutu air, cuk, cacing (makanan buatan) yang ada dipasaran.
  2. Severum
    Ikan severum Cichlosoma severum adalah salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari Amerika Serikat bagian Utara (S. Arhazone). Tubuhnya pendek, gemuk dan gepeng dengan warna dasar tubuh bervariasi yaitu coklat kekuningan, atau hitam kecoklatan. Jenis ikan ini juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Ikan Severum dapat dipelihara didalam aquarium atau bak semen kwalitas air yang diperlukan untuk pemeliharaan ikan severum yaitu: PH. : 5,5 - 7, temperatur air 21 - 25°C. Ikan Severum sudah dapat dipijahkan setelah berumur + tahun dengan ukuran 12 - 15 cm. Induk jantan dari betina dapat dibedakan dari warna dan ukuran induk jantan berwarna lebih cerah dengan induk yang lebih besar dari betina. Makanan yang dapat diberikan jenis ikan ini antara lain: kutu air, cuk, cacing sutera dll.
  3. Ikan Rainbow
    Ikan Rainbow merupakan jenis ikan hias yang banyak diminati masyarakat karena jenis ikan ini juga dapat merupakan komoditi eksport. Ada 2 jenis rainbow yang cukup terkenal yaitu rainbow Irian (Melano Tacnia maccaulochi dan Rainbow Anlanesi ogilby Telmatherina ladigesi ahl Rainbow Irian warna dasarnya keperak-perakan dengan warna gelap metalik sedangkan rainbow Sulawesi warna dasarnya kuning zaitun, dengan warna bagian bawah kuning jenis ikan ini termasuk ikan bertelur dengan menempelkan telur pada tanaman air. Kwalitas air yang diperlukan untuk kehidupan jenis ikan ini yaitu temperatur air 23 - 26 ° C. Ph. air sebaiknya diatas 7. Jenis ikan ini dapt hidup dan berkembang-biak dalam aquarium maupun bak semen. Ikan ini sudah dapat memijah setelah berumur + 7 bulan dalam ukuran 5 - 7 cm. Makanan yang biasa diberikan dalam pemeliharaan ikan ini yaitu kutu air, cacing zambut atau cuk. Supaya ikan dapat tumbuh dengan baik selama pemeliharaan bertelur, air harus klop memenuhi persyaratan dan dilakukan penggantian air + 1 minggu 1 kali.
  4. Ikan Niasa
    Psedatropheus auratus Bonlenger atau nama Inggris Auratus. Di DKI jakarta lebih dikenal dengan nama Niasa jenis ikan ini mempunyai tubuh memanjang agak datar, warna dasar kuning keemasan cerah atau hitam pekat. Ikan Niasa sangat agresif gerakannya sehingga harus hati-hati kalau akan dicampur dengan jenis ikan lain. Kwalitas air yang diperlukan untuk hidup dan berkembang ikan Niasa yaitu pH = 7, temperatur 24 - 27°C. Pemeliharaan dapat dilakukan didalam bak semen atau aquarium. Ketinggian air yang diperlukan untuk pemijahan sekitar 30 - 35 cm. Ikan Niasa sudah dapat memijahkan dalam umur 7 bulan dengan ukuran panjang tubuh : 7 cm. Induk jantan dan betina dapat dibedakan dari totol kuning sirip anusnya. Ikan jantan biasanya memiliki totol-totol in, sementara si betina tidak. Makanan yang diberikan antara lain : Cuk, kutu air.
3. SUMBER
Dinas Perikanan, Pemerintah DKI Jakarta, Jakarta, 1996

Tuesday 12 June 2012

BUDIDAYA IKAN HIAS OSCAR (Astronatus Ocellatus)


1. PENDAHULUAN
Ikan Oscar merupakan jenis ikan air tawar yang berasal dari sungai Amazone, Panama, Rio-Paraguay dan Tio-Negro Amerika Selatan, serta sudapat dikembang-biakan di Indonesia. Ikan Oscar mempunyai bentuk dan warna yang menarik. Warna badannya kehitam-hitaman dengan batikan berwarna kuning kemerah-merahan. Tidak seperti ikan hias lain, ikan oscar memerlukan perlakuan sedikit khusus pada cara perkembangbiakannya, sehingga ikan Oscar ini termasuk ikan yang mahal.
II. PEMIJAHAN
  1. Pemilihan Induk
    1. Induk yang baik untuk dipijahkan sudah berumur 1,5 tahun sampai 2 tahun dengan panjang badan 15 cm dan tinggi badan 10 cm serta berwarna cerah.
    2. Seleksi induk dimulai saat ikan Oscar masih remaja (5 ~ 6 bulan), dengan cara mencampurkan 5 ekor jantan dan 5 ekor betina. Ikan Oscar remaja ini akan mencari pasangannya sendiri-sendiri. Setelah saling berpasangan maka kita pisahkan di bak tersendiri sampai menjadi induk.
  2. Perbedaan Induk Jantan dan Betina
    Induk Jantan Induk Betina
    - panjang badan relatif lebih panjang
    - alat kelamin lebih menonjol
    - induk yang telah matang perutnya gendut
    - lubang kelamin lebih besar
  3. Cara Pemijahan
    1. Bak perkawinan terbuat dari semen yang berukuran 1 1/2 x 1 x 0,5m 3 , diisi air yang telah diendapkan selama 12 ~ 24 jam setinggi 30 ~ 40 cm.
    2. Jika bak perkawinannya luas, dapat disekat.
    3. Sepasang induk Oscar yang telah matang telur dimasukkan ke dalam bak.
    4. Pada setiap kolom diberi batu ceper yang berwarna gelap dan di atasnya ditutup sebagian besar agar suasana kolom menjadi teduh.
    5. Oscar mengadakan pemijahan siang dan sore hari langsung dibuahi oleh pejantan.
    6. Telur yang berada di atas batu ceper tersebut yang telah dibuahi diangakat dimasukkan ke dalam aquarium untuk ditetaskan. Aquarium berukuran 70 x 40 x 40 cm 3 diisi air setinggi 10 cm, untuk telur sepasang induk.
    7. Ke dalam aquarium diberi udara (aerasi) dengan kekuatan lemah.
    8. Selesai 3 hari biasanya telur-telur mulai menetas.
    9. Air diberi campuran emalin atau methylene blue.
3. PEMELIHARAAN BENIH
  1. Benih ikan ini sampai berumur 4 hari belum perlu diberi makan, karena masih mempunyai persediaan makanan pada yolk sacknya (kuning telur).
  2. Pada hari ke 5 benih diberi makanan Rotifera. Pemberian makanan ini tidak boleh terlambat karena ikan Oscar bersifat kanibal (memangsa sesamanya).
  3. Pada hari ke 10 sudah bisa diberi kutu ari yang telah disaring.
  4. Setelah berumur 2 minggu benih mulai diberi kutu air tanpa disaring dan mulai dicoba cacing rambut.
  5. Benih sudah dapat dipindahkan ke bak/kolam yang lebih luas setelah berumur 25 hari.
4. PEMBESARAN
  1. Pembesaran ikan dilakukan setelah benih berumur 25 hari.
  2. Benih yang dihasilkan kira-kira 1000 s/d 3000 ekor untuk satu kali penetasan.
  3. Bak yang digunakan berukuran 2 x 1 x 1 m 3 , dan diisi air setinggi 20 - 25 cm.
  4. Untuk pertama kali pembesaran dapat ditebar kurang lebih 300 ekor ikan.
  5. Untuk mengurangi teriknya matahari pada siang hari, di dalam bak diberi tanaman air seperti eceng gondok dan Hidrilla Verticilata. Untuk mencegah masuknya air hujan terlalu banyak, pada bagian atas bak ditutup sebagian dengan seng plastik.
  6. Penjerangan dilakukan setelah benih berada di bak selama sebulan dengan jumlah menjadi 200 ekor
  7. Makanan yang diberikan berupa cacng rambut.
  8. Setelah ikan berumur 5 ~ 6 bulan, ikan sudah dapat diseleksi untuk dijadikan induk, makanan yang diberikan diganti dengan udang kali yang masih segar/hidup, bisa juga diberi udang rebon yang masih segar.
  9. Sepasang induk dapat menghasilkan telur 1000 s/d 4000 butir untuk sekali pemijahan.
5. PENUTUP
Untuk mendapatkan warna yang indah pada ikan Oscar, pemberian makanan harus mengandung zat kapur (chitine) dimulai sejak kecil, seperti kutu air (Moina), Rotifera, cacing rambut, Artemia, udang rebon atau udang kali. Ikan Oscar mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi; untuk ikan yang berumur 4 bulan (berukuran kurang lebih 6 cm) harganya Rp. 500,00 per ekor, sedangkan induk Oscar bisa mencapai harga Rp. 50.000,00 per pasang. Dengan menekuni cara pemeliharaan ikan Oscar ini, dapat menambah penghasil keluarga.
6. SUMBER
Dinas Perikanan DKI Jakarta, 1996
7. KONTAK HUBUNGAN
Dinas Perikanan DKI Jakarta

BUDIDAYA IKAN HIAS LIVE BEARER

1. PENDAHULUAN
Ikan hias cukup dikenal oleh masyarakat sebagai hiasan aquarium. Perkembangan ikan hias di Indonesia mengalami kemajuan yang terus meningkat, terutama ikan hias air tawar asli Indonesia. Dari sekian banyak jenis ikan hias, tidak semuanya telah dapat dibudidayakan. Dalam menternakkan ikan hias harus diperhatikan bahwa masing-masing jenis mempunyai sifat dan kebiasaan hidup yang berbeda-beda, misalnya dalam cara pemijahan, bertelur ataupun menyusun sarangnya.
Ikan Guppy
Ikan Molly
Ikan Platy
Ikan Sword Tail
Cara perkembangbiakkan ikan hias ada beberapa macam:
  1. Ikan-ikan hias yang beranak.
  2. Ikan-ikan hias yang bertelur berserakan.
  3. Ikan-ikan hias yang meletakkan telurnya pada suatu subtrat.
  4. Ikan-ikan hias yang menetaskan telurnya dalam sarang busa.
  5. Ikan-ikan yang mengeramkan telurnya di dalam mulut.
Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai cara-cara pemeliharaan ikan hias yang beranak (live bearer), misalnya:
  1. Ikan Guppy (Poecilia reticulata Guppy)
  2. Ikan Molly (Poelicia latipinna Sailfin molly)
  3. Ikan Platy (Xiphophorus maculatus Platy)
  4. Ikan Sword tail (Xiphophorus helleri Sword tail)
2. CIRI-CIRI INDUK JANTAN DAN BETINA
  1. Induk Jantan
    1. Mempunyai gonopodium (berupa tonjolan dibelakang sirip perut) yang merupakan modifikasi sirip anal yang berupa menjadi sirip yang panjang.
    2. Tubuhnya rampaing.
    3. Warnanya lebih cerah.
    4. Sirip punggung lebih panjang.
    5. Kepalanya besar.
  2. Induk Betina
    1. Dibelakang sirip perut tidak ada gonopodium, tetapi berupa sirip halus.
    2. Tubuhnya gemuk
    3. Warnanya kurang cerah.
    4. Sirip punggung biasa.
    5. Kepalanya agak runcing.
3. HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMELIHARAAN
  1. Air yang diperlukan adalah ari yang cukup mengandung Oksigen (O2) dan jernih.
  2. Suhu air berkisar antara 15 ~ 27°C.
  3. pH yang disukai agak sedikit alkalis, yaitu berkisar 7 ~ 8.
  4. Makanan yang diberikan dapat berupa makanan alami (cuk, cacing, kutu air) dan makanan buatan, diberikan secukupnya.
4. TEKNIK PEMIJAHAN
  1. Pemilihan induk. Pilihlah induk yang berukuran relatif besar, bentuk tubuh yang mengembung serta mempunyai warna yang indah.
  2. Induk-induk yang telah dipilih dimasukkan dalam satu bak untuk beberapa pasang induk. Namun apabila menghendaki keturunan tertentu dapat pula dilakukan dengan cara memisahkan dalam bak tersendiri sepasang-sepasang.
  3. Bak-bak pemijahan harus dikontrol setiap hari. Setelah lahir, anak-anak ikan harus cepat-cepat diambil dan dipisahkan dari induknya agar tidak dimakan oleh induknya.
5. PERAWATAN BENIH
  1. Anak-anak ikan yang baru lahir belum membutuhkan makanan, karena masih mengandung kuning telur (yolk egg). Setelah 4 ~ 5 hari anak ikan baru dapat diberi makanan berupa kutu air yang sudah disaring, atau kuning telur yang telah direbus dan dihancurkan.
  2. Setelah mencapai ukuran medium (2 ~ 3 cm) dapat diberikan makanan cacing, kemudian setelah mencapai ukuran dewasa (5 ~ 7 cm) dapat diberi makanan cuk.
  3. Disamping makanan alami dapat pula diberi makanan tambahan berupa cacing kering, agar-agar dll.
  4. Pemberian makanan sebaiknya 2 kali sehari, hendaknya jangan berlebihan, karena dapat menyebabkan pembusukan yang dapat meerusak kualitas air.
  5. Pergantian air. Air dalam bak atau aquarium jangan sampai kotor/keruh, karena dapat menyebabkan kematian anak ikan. Kotoran dapat dibersihkan setiap 2 ~ 3 hari sekali dengan cara disiphon, air yang terbuang pada waktu penyiphonan sebanyak 10 ~20% dapat diganti dengan air yang baru.
6. PENUTUP
Budidaya ikan live bearer ini sangat mudah dan mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi. Untuk satu pasang ikan dapat menghasilkan 50 sampai 100 ekar ikan untuk satu kali pemijahan, dengan harga perekor Rp. 25,-sampai Rp. 75,-. Jenis ikan ini juga merupakan ikan hias yang dapat di eksport misalnya: ikan Guppy. Dengan teknik pemeliharaan yang tepat dan ketekunan yang tinggi akan didapat hasil dengan warna yang sangat indah.
7. SUMBER
Dinas Perikanan DKI Jakarta, Jakarta, 1996
8. KONTAK HUBUNGAN
Dinas Perikanan DKI Jakarta, Jakarta

PEMBENIHAN IKAN BANDENG


1. PENDAHULUAN
Benih bandeng (nener) merupakan salah satu sarana produksi yang utama dalam usaha budidaya bandeng di tambak. Perkembangan Teknologi budidaya bandeng di tambakdirasakan sangat lambat dibandingkan dengan usaha budidaya udang. Faktor ketersediaan benih merupakan salah satu kendala dalam menigkatkan teknologi budidaya bandeng. Selama ini produksi nener alam belum mampu untuk mencukupi kebutuhan budidaya bandeng yang terus berkembang, oleh karena itu peranan usaha pembenihan bandeng dalam upaya untuk mengatasi masalah kekurangan nener tersebut menjadi sangat penting. Tanpa mengabaikan arti penting dalam pelestarian alam, pengembangan wilayah, penyediian dukungan terhadap pembangunan perikanan khususnya dan pembangunan nasional umumnya, kegiatan pembenihan bandeng di hatchery harus diarahkan untuk tidak menjadi penyaing bagi kegiatan penangkapan nener di alam. Diharapkan produksi benih nener di hatchery diarahkan untuk mengimbangi selisih antara permintaan yang terus meningkat dan pasok penangkapan di alam yang diduga akan menurun.
2. PENGERTIAN
Teknologi produksi benih di hatchery telah tersedia dan dapat diterapkan baik dalam suatu Hatchery Lengkap (HL) maupun Hatchery Sepenggal (HS) seperti Hatchery Skala Rumah Tangga (HSRT). Produksi nener di hatchery sepenggal dapat diandalkan. Karenaresiko kecil, biaya rendah dan hasil memadai. Hatchery sepenggal sangat cocok dikembangkan di daerah miskin sebagai salah satu upaya penaggulangan kemiskinan bila dikaitkan dalam pola bapak angkat dengan hatchery lengkap (HL). Dilain pihak, hatchery lengkap (HL) dapat diandalkan sebagai produsen benih bandeng (nener) yang bermutu serta tepat musim, jumlah dan harga. Usaha pembenihan bandeng di hatchery dapat mengarahkan kegiatan budidaya menjadi kegiatan yang mapan dan tidak terlalu dipengaruhi kondisi alam serta tidak memanfaatkan sumber daya secara berlebihan. Dalam siklusnya yang utuh, kegiatan budidaya bandeng yang mengandalkan benih hatchery bahkan dapat mendukung kegiatan pelestarian sumberdaya baik melalui penurunan terhadap penyian-nyian sumber daya benih species lain yang biasa terjadi pada penangkapan nener di alam maupun melalui penebaran di perairan pantai (restocking). Disisi lain, perkembangan hatchery bandeng di kawasan pantai dapat dijadikan titk tumbuh kegiatan ekonomi dalam rangka pengembangan wilayah dan penyerapan tenaga kerja yang mengarah pada pembangunan berwawasan lingkungan. Pada giliranya, tenaga yang terserap di hatchery itu sendiri selain berlaku sebagai produsen juga berlaku sebagai kondumen bagi kebutuhan kegiatan sehari-hari yang dapat mendorong kegiatan ekonomi masyarakat sekitar hatchery.
3. PERSYARATAN LOKASI
Pemilihan tempat perbenihan bandeng harus mempertimbangkan aspek-aspek yang berkaitan dengan lokasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam persyaratan lokasi adalah sebagai berikut.
  1. Status tanah dalam kaitan dengan peraturan daerah dan jelas sebelum hatchery dibangun.
  2. Mampu menjamin ketrsediaan air dan pengairan yang memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan;
    • Pergantian air minimal; 200 % per hari.
    • Suhu air, 26,5-31,0 0 C.
    • PH; 6,5-8,5.
    • Oksigen larut; 3,0-8,5 ppm.
    • Alkalinitas 50-500ppm.
    • Kecerahan 20-40 cm (cahaya matahari sampai ke dasar pelataran).
    • Air terhindar dari polusi baik polusi bahan organik maupun an organik.
  3. Sifat-sifat perairan pantai dalam kaitan dengan pasang surut dan pasang arus perlu diketahui secara rinci.
  4. Faktor-faktor biologis seperti kesuburan perairan, rantai makanan, speciesdominan, keberadaan predator dan kompretitor, serta penyakit endemik harus diperhatikan karena mampu mengakibatkan kegagalan proses produksi.
4. SARANA DAN PRASARANA
  1. Sarana Pokok
    Fasilitas pokok yang dimanfaatkan secara langsung untuk kegiatan produksi adalah bak penampungan air tawar dan air laut, laboratorium basah, bak pemeliharaa larva, bak pemeliharaan induk dan inkubasi telur serta bak pakan alami.
    1. Bak Penampungan Air Tawar dan Air Laut.
      Bak penampungan air (reservoir) dibangun pada ketinggian sedemikian rupa sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Sistim pipa pemasukkan dan pembuangan air perlu dibangun pada bak pemelihara induk, pemeliharaan larva, pemeliharan pakan alami, laboratorium kering dan basah serta saran lain yang memerlukan air tawar dan air laut serta udara (aerator). Laboratorium basah sebaiknya dibangun berdekatan dengan bangunan pemeliharaan larva dan banguna kultur murni plankton serta diatur
      menghadap ke kultur masal plankton dan dilengkapi dengan sistim pemipaan air tawar, air laut dan udara.
    2. Bak Pemeliharaan Induk
      Bak pemeliharaan induk berbentuk empat persegi panjang atau bulat dengan kedalaman lebih dari 1 meter yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan dapat diletakkan di luar ruangan langsung menerima cahaya tanpa dinding.
    3. Bak Pemeliharan Telur
      Bak perawatan telur terbuat dari akuarium kaca atau serat kaca dengan daya tampung lebih dari 2.000.000 butir telur pada kepadatan 10.000 butir per liter.
    4. Bak Pemeliharaan Larva
      Bak pemeliharaan larva yang berfungsi juga sebagai bak penetasan telur dapat terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton, sebaiknya berwarna agak gelap, berukuran (4x5x1,5) m3 dengan volume 1-10 ton berbentuk bulat atau bujur sangkar yang sudut-sudutnya dibuat lengkung dan diletakkan di dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding balik. Untuk mengatasi penurunan suhu air pada malam hari, bak larva diberi penutup berupa terval plastik untuk menyangga atap plastik, dapat digunakan bentangan kayu/bambu.
      Gambar 1. Bak Pemeliharaan Larva
    5. Bak Pemeliharaan Makanan Alami, Kultur Plankton Chlorella sp dan Rotifera.
      Bak kultur plankton chlorella sp disesuaikan dengan volume bak pemeliharaan larva yang terbuat dari serat kaca maupun konstruksi beton ditempatkan di luar ruangan yang dapat langsung mendapat cahaya matahari. Bak perlu ditutup dengan plastik transparan pada bagian atasnya agar cahaya juga bisa masuk ke dalam bak untuk melindungi dari pengaruh air hujan. Kedalamam bak kultur chlorella sp harus diperhitungkan sedemikian rupa sehingga penetrasi cahaya matahari dapat dijamin mencapai dasar tangki. Kedalaman air dalam tangki disarankan tidak melebihi 1 meter atau 0,6 m, ukuran bak kultur plankton chlorella sp adalah (20 x 25 x 0,6)m 3 . Bak kultur rotifera terbuat dari serat kaca maupun konstruksi baton yang ditempatkan dalam bangunan beratap tembus cahaya tanpa dinding. Perbandingan antara volume bak chlorella, rotifera dan larva sebaliknya 5:5:1.
  2. Sarana Penunjang Untuk menunjang perbenihan sarana yang diperlukan adalah laboratorium pakan alami, ruang pompa,air blower, ruang packking, ruang genset, bengkel, kendaraan roda dua dan roda empat serta gudang (ruang pentimpanan barang-barang opersional) harus tersedia sesuai kebutuhan dan memenuhi persyaratan dan ditata untuk menjamin kemudahan serta keselamatan kerja.
    1. Laboratorium pakan alami seperti laboratorium fytoplankton berguna sebagai tempat kultur murni plankton yang ditempatkan pada lokasi dekat hatchery yang memerlukan ruangan suhu rendah yakni 22~25 0 C.
    2. Laboratorium kering termasuk laboratorium kimia/mikrobialogi, sebaiknya dibangun berdekatan dengan bak pemeliharaan larva berguna sebagai bangunan stok kultur dan penyimpanan plankton dengan suhu sekitar 22~25 0 C serta dalam ruangan. Untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemasaran hasil dilengkapi dengan fasilitas ruang pengepakan yang dilengpaki dengan sistimpemipaan air tawar dan air laut, udara serta sarana lainnya seperti peti kedap air, kardus, bak plastik, karet dan oksigen murni. Alat angkut roda dua dan empat yang berfungsi untuk memperlancar pekerjaan dan pengangkutan hasil benih harus tersedia tetap dalam keadaan baik dan siap pakai. Untuk pembangkit tenaga listrik atau penyimpanan peralatan dilengkapi dengan pasilitas ruang genset dan bengkel, ruang pompa air dan blower, ruang pendingin dan gudang.
  3. Sarana Pelengkap
    Sarana pelengkap dalam kegiatan perbenihan terdiri dari ruang kantor, perpustakaan, alat tulis menulis, mesin ketik, komputer, ruang serbaguna, ruang makan, ruang pertemuan, tempat tinggal staf dan karyawan.
5. TEKNIK PEMELIHARAN
  1. Persiapan Opersional.
    1. Sarana yang digunakan memenuhi persyaratan higienis, siap dipakai dan bebas cemaran. Bak-bak sebelum digunakan dibersihkan atau dicuci dengan sabun detergen dan disikat lalu dikeringkan 2-3 hari. Pembersihan bak dapat juga dilakukan dengan cara membasuh bagian dalam bak kain yang dicelupkan ke dalam chlorine 150 ppm (150 mil larutan chlorine 10% dalam 1 m 3 air) dan didiamkan selama 1~2 jam dan dinetralisir dengan larutan Natrium thiosulfat dengan dosis 40 ppm atau desinfektan lain yi formalin 50 ppm. Menyiapkan suku cadang seperti pompa, genset dan blower untuk mengantisipasi kerusakan pada saat proses produksi.
    2. Menyiapkan bahan makanan induk dan larva pupuk fytoplankton, bahan kimia yang tersedia cukup sesuai jumlah dan persyaratan mutu untuk tiap tahap pembenihan.
    3. Menyiapkan tenaga pembenihan yang terampil, disiplin dan berpengalaman dan mampu menguasai bidang kerjanya.
  2. Pengadaan Induk.
    1. Umur induk antara 4~5 tahun yang beratnya lebih dari 4 kg/ekor.
    2. Pengangkutan induk jarak jauh menggunakan bak plastik. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air bersalinitas rendah (10~15)ppt, serta suhu 24~25 0 C. Atau serat kaca dilengkapi aerasi dan diisi air barsalinitas rendah (10~15) ppt, serta suhu 24~25 0 C.
    3. Kepadatan induk selama pengangkutan lebih dari 18 jam, 5~7 kg/m3 air. Kedalaman air dalam bak sekitar 50 cm dan permukaan bak ditutup untuk mereduksi penetrasi cahaya dan panas.
    4. Aklimatisasi dengan salinitas sama dengan pada saat pengangkutan atau sampai selaput mata yang tadinya keruh menjadi bening kembali. Setelah selesai aklimatisasi salinitas segera dinaikan dengan cara mengalirkan air laut dan mematikan pasok air tawar.
  3. Pemeliharaan Induk
    1. Induk berbobot 4~6 kg/ekor dipelihara pada kepadatan satu ekor per 2~4 m 3 dalam bak berbentuk bundar yang dilengkapi aerasi sampai kedalaman 2 meter.
    2. Pergantian air 150 % per hari dan sisa makanan disiphon setiap 3 hari sekali. Ukuran bak induk lebih besar dari 30 ton.
    3. Pemberian pakan dengan kandungan protein sekitar 35 % dan lemak 6~8 % diberikan 2~3 % dari bobot bio per hari diberikan 2 kali per hari yaitu pagi dan masa sore.
    4. Salinitas 30~35 ppt, oksigen terlarut . 5 ppm, amoniak < 0,01 ppm, asam belerang < 0,001 ppm, nirit < 1,0 ppm, pH; 7~85 suhu 27~33 0 C.
  4. Pemilihan Induk
    1. Berat induk lebih dari 5 kg atau panjang antara 55~60 cm, bersisik bersih, cerah dan tidak banyak terkelupas serta mampu berenang cepat.
    2. Pemeriksaan jenis kelamin dilakukan dengan cara mem-bius ikan dengan 2 phenoxyethanol dosis 200~300 ppm. Setelah ikan melemah kanula dimasukan ke-lubang kelamin sedalam 20~40 cm tergantung dari panjang ikan dan dihisap. Pemijahan (striping) dapat juga dilakukan terutama untuk induk jantan.
    3. Diameter telur yang diperoleh melalui kanulasi dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan gonad. Induk yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron sudah siap untuk dipijahkan.
    4. Induk jantan yang siap dipijahkan adalah yang mengandung sperma tingkat III yaitu pejantan yang mengeluarkan sperma cupuk banyak sewaktu dipijat dari bagian perut kearah lubang kelamin.
  5. Pematangan Gonad
    1. Hormon dari luar dapat dilibatkan dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan kegiatan reproduksi dengan cara penyuntikan dan implantasi menggunakan implanter khusus. Jenis hormon yang lazim digunakan untuk mengacu pematangan gonad dan pemijahan bandeng LHRH –a, 17 alpha methiltestoteron dan HCG.
    2. Implantasi pelet hormon dilakukan setiap bulan pada pagi hari saat pemantauan perkembangan gonad induk jantan maupun betina dilakukan LHRH-a dan 17 alpha methiltestoteren masing-masing dengan dosis 100~200 mikron per ekor (berat induk 3,5 sampai 7 kg).
  6. Pemijahan Alami.
    1. Ukuran bak induk 30-100 ton dengan kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat dilengkapi aerasi kuat menggunakan “diffuser” sampai dasar bak serta ditutup dengan jaring.
    2. Pergantian air minimal 150 % setiap hari.
    3. Kepadatan tidak lebih dari satu induk per 2-4 m3 air.
    4. Pemijahan umumnya pada malam hari. Induk jantan mengeluarkan sperma dan induk betina mengeluarkan telur sehingga fertilisasi terjadi secara eksternal.
  7. Pemijahan Buatan.
    1. Pemijahan buatan dilakukan melalui rangsangan hormonal. Hormon berbentuk cair diberikan pada saat induk jantan dan betina sudah matang gonad sedang hormon berbentuk padat diberikan setiap bulan (implantasi).
    2. Induk bandeng akan memijah setelah 2-15 kali implantasi tergantung dari tingkat kematangan gonad. Hormonyang digunakan untuk implantasi biasanya LHRH –a dan 17 alpha methyltestoterone pada dosis masing-masing 100-200 mikron per ekor induk (> 4 Kg beratnya).
    3. Pemijahan induk betina yang mengandung telur berdiameter lebih dari 750 mikron atau induk jantan yang mengandung sperma tingkat tiga dapat dipercepat dengan penyuntikan hormon LHRH- a pada dosis 5.000-10.000IU per Kg berat tubuh.
    4. Volume bak 10-20 kedalaman 1,5-3,0 meter berbentuk bulat terbuat dari serat kaca atau beton ditutup dengan jaring dihindarkan dari kilasan cahaya pada malam hari untuk mencegah induk meloncat keluar tangki.
  8. Penanganan Telur.
    1. Telur ikan bandeng yang dibuahi berwarna transparan, mengapung pada salinitas > 30 ppt, sedang tidak dibuahi akan tenggelam dan berwarna putih keruh.
    2. Selama inkubasi, telur harus diaerasi yang cukup hingga telur pada tingkat embrio. Sesaat sebelum telur dipindahkan aerasi dihentikan. Selanjutnya telur yang mengapung dipindahkan secara hati-hati ke dalam bak penetasan/perawatan larva. Kepadatan telur yang ideal dalam bak penetasan antara 20-30 butir per liter.
    3. Masa kritis telur terjadi antara 4-8 jam setelah pembuahan. Dalam keadaan tersebut penanganan dilakukan dengan sangat hati-hati untuk menghindarkan benturan antar telur yang dapat mengakibatkan menurunnya daya tetas telur. Pengangkatan telur pada fase ini belum bisa dilakukan.
    4. Setelah telur dipanen dilakukan desinfeksi telur yang menggunakan larutan formalin 40 % selama 10-15 menit untuk menghindarkan telur dari bakteri, penyakit dan parasit.
  9. Pemeliharaan Larva.
    1. Air media pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran, suhu 27-31 0 C salinitas 30 ppt, pH 8 dan oksigen 5-7 ppm diisikan kedalam bak tidak kurang dari 100 cm yang sudah dipersiapkan dan dilengkapi sistem aerasi dan batu aerasi dipasang dengan jarak antara 100 cm batu aerasi.
    2. Larva umur 0-2 hari kebutuhan makananya masih dipenuhi oleh kuning telur sebagai cadangan makanannya. Setelah hari kedua setelah ditetaskan diberi pakan alami yaitu chlorella dan rotifera. Masa pemeliharaan berlangsung 21-25 hari saat larva sudah berubah menjadi nener.
    3. Pada hari ke nol telur-telur yang tidak menetes, cangkang telur larva yang baru menetas perlu disiphon sampai hari ke 8-10 larva dipelihara pada kondisi air stagnan dan setelah hari ke 10 dilakukan pergantian air 10% meningkat secara bertahap sampai 100% menjelang panen.
    4. Masa kritis dalam pemeliharaan larva biasanya terjadi mulai hari ke 3-4 sampai ke 7-8. Untuk mengurangi jumlah kematian larva, jumlah pakan yang diberikan dan kualitas air pemeluharan perlu terus dipertahankan pada kisaran optimal.
    5. Nener yang tumbuh normal dan sehat umumnya berukuran panjang 12-16 mm dan berat 0,006-0,012 gram dapat dipelihara sampai umur 25 hari saat penampakan morfologisnya sudah menyamai bandeng dewasa.
  10. Pemberian Makanan Alami
    1. Menjelang umur 2-3 hari atau 60-72 jam setelah menetas, larva sudah harus diberi rotifera (Brachionus plicatilis) sebagai makanan sedang air media diperkaya chlorella sp sebagai makanan rotifera dan pengurai metabolit.
    2. Kepadatan rotifera pada awal pemberian 5-10 ind/ml dan meningkat jumlahnya sampai 15-20 ind/ml mulai umur larva mencapai 10 hari. Berdasarkan kepadatan larva 40 ekor/liter, jumlah chlorella : rotifer : larva = 2.500.000: 250 : 1 pada awal pemeliharaan atau sebelum 10 hari setelah menetas, atau = 5.000.000 : 500:1 mulai hari ke 10 setelah menetas.
    3. Pakan buatan (artificial feed) diberikan apabila jumlah rotifera tidak mencukupi pada saat larva berumur lebih dari 10 hari (Lampiran VIII.2). Sedangkan penambahan Naupli artemia tidak mutlak diberikan tergantung dari kesediaan makanan alami yang ada.
    4. Perbandingan yang baik antara pakan alami dan pakan buatan bagi larva bandeng 1 : 1 dalam satuan jumlah partikel. Pakan buatan yang diberikan sebaiknya berukuran sesuai dengan bukaan mulut larva pada tiap tingkat umur dan mengandung protein sekitar 52%. Berupa. Pakan buatan komersial yang biasa diberikan untuk larva udang dapat digunakan sebagai pakan larva bandeng.
  11. Budidaya Chlorella
    Kepadatan chlorella yang dihasilkan harus mampu mendukung produksi larva yang dikehendaki dalam kaitan dengan ratio volume yang digunakan dan ketepatan waktu. Wadah pemeliharaan chlorella skala kecil menggunakan botol kaca/plastik yang tembus cahaya volume 3-10 liter yang berada dalam ruangan bersih dengan suhu 23-25 0 C, sedangkan untuk skala besar menggunkan wadah serat kaca volume 0,5-20 ton dan diletakkan di luar ruangan sehingga langsung dengan kepadatan ± 10 juta sel/m3. Panen chlorella dilakukan dengan cara memompa, dialirkan ke tangki-tangki pemeliharaan rotifera dan larva bandeng. Pompa yang digunakan sebaiknya pompa benam (submersible) untuk menjamin aliran yang sempurna. Pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta saringan yang bermata jaring 60-70 mikron, berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatanya per milimeter.
  12. Budidaya Rotifera.
    Budidaya rotifera skala besar (HL) sebaiknya dilakukan dengan cara panen harian yaitu sebagian hasil panen disisakan untuk bibit dalam budidaya berikutnya (daily partial harvest). Sedangkan dilakukan dengan cara panen penuh harian (batch harvest). Kepadatan awal bibit (inokulum) sebaiknya lebih dari 30 individu/ml dan jumlahnya disesuaikan dengan volume kultur, biasanya sepersepuluh dari volume wadah. Wadah pemeliharaan rotifer menggunakan tangki serat kaca volume 1-10 ton diletakkan terpisah jauh dari bak chrollela untuk mencegah kemungkinan mencemari kultur chlorella dan sebaiknya beratap untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang dapat mempercepat pertumbuhan chlorella. Keberhasilan budidaya rotifera berkaitan dengan ketersediaan chlorella atau Tetraselmis yang merupakan makanannya. Sebaiknya perbandingan jumlah chlorella dan rotifer berkisar 100.000 : 1 untuk mempertahankan kepadatan rotifer 100 individu/ml. Pada kasus-kasus tertentu perkembangan populasi rotifer dapat dipacu dengan penambahan air tawar sampai 23 ppt. Apalagi jumlah chlorella tidak mencukupi dapat digunakan ragi (yeast) pada dosis 30 mg/1.000.000 rotifer. Panen rotifer dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan dan sebelumnya telah disiapkan wadah penampungan serta jaringan yang bermata jaring 60-70 mikro berukuran 40x40x50 cm, di bawah aliran tersebut. Rotifer yang tertampung pada saringan dipindahkan ke wadah lain dan dihitung kepadatannya per milimeter. Pencatatan tentang perkembangan rotifer dilakukan secara teratur dan berkala serta data hasil pengamatan dicatat untuk mengetahui perkembangan populasi serta cermat dan untuk bahan pertimbangan pemeliharaan berikutnya.
6. PANEN
  1. Panen dan Distribusi Telur.
    Dengan memanfaatkan arus air dalam tangki pemijahan, telur yang telah dibuahi dapat dikumpulkan dalam bak penampungan telur berukuran 1x5,5x0,5 m yang dilengkapi saringan berukuran 40x40x50 cm, biasa disebut egg collector, yang ditempatkan di bawah ujung luar saluran pembuangan. Pemanenan telur dari bak penampungan dapat dilakukan dengan menggunakan plankton net berukuran mata 200-300 mikron dengan cara diserok. Telur yang terambil dipindahkan ke dalam akuarium volume 30-100 liter, diareasi selama 15-30 menit dan didesinfeksi dengan formalin 40 % pada dosis 10 ppm selama 10-15 menit sebelum diseleksi. Sortasi telur dilakukan dengan cara meningkatkan salinitas air sampai 40 ppt dan menghentikan aerasi. Telur yang baik terapung atau melayang dan yang tidak baik mengendap. Persentasi telur yang baik untuk pemeliharaan selanjutnya harus lebih dari 50 %. Kalau persentasi yang baik kurang dari 50 %, sebaiknya telur dibuang. Telur yang baik hasil sortasi dipindahkan kedalam pemeliharaan larva atau dipersiapkan untuk didistribusikan ke konsumen yang memerlukan dan masih berada pada jarak yang dapat dijangkau sebelum telur menetas ( ± 12 jam).
  2. Distribusi Telur.
    Pengangkutan telur dapat dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik berukuran 40x60 cm, dengan ketebalan 0,05 – 0,08 mm yang diisi air dan oksigen murni dengan perbandingan volume 1:2 dan dipak dalam kotak styrofoam. Makin lama transportasi dilakukan disarankan makin banyak oksigen yang harus ditambahkan. Kepadatan maksimal untuk lama angkut 8 – 16 jam pada suhu air antara 20 – 25 0 C berkisar 7.500-10.000 butir/liter. Suhu air dapat dipertahankan tetap rendah dengan cara menempatkan es dalam kotak di luar kantong plastik. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mencegah telur menetas selama transportasi. Ditempat tujuan, sebelum kantong plastik pengangkut dibuka sebaiknya dilakukan penyamaan suhu air lainnya. Apabila kondisi air dalam kantong dan diluar kantong sama maka telur dapat segera dicurahkan ke luar.
  3. Panen dan Distribusi Nener.
    Pemanenen sebaiknya diawali dengan pengurangan volume air, dalam tangki benih kemudian diikuti dengan menggunakan alat panen yang dapat disesuaikan dengan ukuran nener, memenuhi persyaratan hygienis dan ekonomis. Serok yang digunakan untuk memanen benih harus dibuat dari bahan yang halus dan lunak berukuran mata jaring 0,05 mm (gambar XI.3) supaya tidak melukai nener. Nener tidak perlu diberi pakan sebelum dipanen untuk mencegah penumpukan metabolit yang dapat menghasilkan amoniak dan mengurangi oksigen terlarut secara nyata dalam wadah pengangkutan.
  4. Panen dan Distribusi Induk.
    Panen induk harus diperhatikan kondisi pasang surut air dalam kondisi air surut volume air tambak dikurangi, kemudian diikuti penangkapan dengan alat jaring yang disesuaikan ukuran induk, dilakukan oleh tenaga yang terampil serta cermat. Seser / serok penangkap sebaiknya berukuran mata jaring 1 cm agar tidak melukai induk. Pemindahan induk dari tambak harus menggunakan kantong plastik yang kuat, diberi oksigen serta suhu air dibuat rendah supaya induk tidak luka dan mengurangi stress. Pengangkutan induk dapat menggunakan kantong plastik, serat gelas ukuran 2 m 3 , oksigen murni selama distribusi. Kepadatan induk dalam wadah 10 ekor/m 3 tergantung lama transportasi. Suhu rendah antara 25 – 27 0 C dan salinitas rendah antara 10-15 ppt dapat mengurangi metabolisme dan stress akibat transportasi. Aklimatisasi induk setelah transportasi sangat dianjurkan untuk mempercepat kondisi induk pulih kembali.
7. ANALISA USAHA
Contoh Analisa Usaha Penbenihan Lengkap Bandeng. Modal yang Diperlukan (Data April 1993).
  1. Biaya Investasi.
    1. Tanah 1 Ha @ Rp 35.000,- Rp. 35.000.000,-
    2. Konstruksi :
      • 4 Bak Induk Vol. 100 Ton @ Rp 15.000,- Rp. 600.000,-
      • 20 Bak larva vol 5 ton @ Rp 750,- Rp. 15.000.000,-
      • 4 Bak plankton vol 5 ton @ Rp 750,- Rp. 3.000.000,-
      • 5 Bak plankton vol 20 ton @ Rp 2.000 Rp. 10.000.000,-
      • 4 Bak rotifera vol 5 @ Rp 750 Rp. 3.000.000,-
      • 20 Botol plankton vol 10 liter @ Rp 3.000,- Rp. 60.000,-
      • Bak bius vol 1 ton @ Rp 400,- Rp. 400.000,-
      • 2 Bak penampungan induk vol 3 ton @ Rp 750,- Rp. 1.500.000,-
      • 1 set alat lab. (mikroskop,timbangan,Induce,implamenter dll) Rp. 15.000.000,-
      • 1 unit Genset & Instalasi Rp. 25.000.000,-
      • 1 unit Pompa & instalasi Rp. 15.000.000,-
      • 1 unit Blower & instalasi Rp. 5.000.000,-
      • 1 unit AC Rp. 3.000.000,-
        Jumlah Biaya Investasi Rp. 206.000.000,-
    3. Prasarana Pokok.
      • Bangunan tempat pemeliharaan larva Rp. 20.000.000,-
      • Lab. Plankton (alga) Rp. 5.000.000,-
      • Rumah karyawan Rp. 25.000.000,-
      • Ruang panen Rp. 10.000.000,-
      • Ruang makan Rp. 10.000.000,-
      • Kantor Rp. 5.000.000,-
      • Rumah jaga Rp. 1.000.000,-
      • Rumah genset dan blower Rp. 1.000.000,-
      • Gudang Rp. 5.000.000,-
      • Refrigerator/Freezer Rp. 1.000.000,-
        Jumlah Biaya Sarana Pokok Rp. 83.000.000,-
        Jumlah Biaya Investasi (a+b+c) Rp. 288.000.000,-
  2. Biaya Operasional per tahun.
    1. Biaya tetap.
      • Biaya perawatan 5% dari investasi Rp. 14.448.000,-
      • Penyusutan 10% dari investasi Rp. 31.645.000,-
      • Bunga modal 15% tahun Rp. 43.344.000,-
      • Ijin usaha Rp. 2.000.000,-
        Jumlah biaya tetap Rp 106.000.000,-
    2. Biaya tidak tetap.
      • Pengadaan induk 50 ekor @ Rp. 300.000,- Rp. 15.000.000,-
      • Pakan, induk 3%x5x50x360x1.000 Rp. 2.700.000,-
      • Larva, pupuk Rp. 5.000.000,-
      • Hormon, bius, alkohol, formalin Rp. 15.000.000,-
      • BBM : solar; 10x4x360xRp.380 Rp. 32.000.000,-
      • Olie ; 8x4x12xRp 4.000,- Rp. 1.536.000,-
      • Gaji karyawan :
        • tenaga ahli 1x12x500 Rp. 6.000.000,-
        • pekerja 10x12x100 Rp. 12.000.000,-
      • Biaya tak terduga Rp. 10.000.000,-
        Jumlah biaya tidak tetap. Rp 100.068.000,-
        Jumlah total biaya operasional/tahun (a + b) Rp. 205.505.000,-
  3. Penerimaan per tahun.
    1. Produksi telur : 20 induk selama 6 bulan (20x300.000x6 bulan) = 36.000.000 butir telur.
    2. Tingkat kelangsungan hidup 20 %. 7.200.000 benih
    3. Harga jual/ekor Rp.20,- Rp. 144.000.000,-
    4. Jumlah penerimaan selama 1 tahun Rp 288.000.000,-
  4. Analisa Biaya dan Manfaat
    1. Penerimaan kotor (III-II) Rp. 82.495.000,-
    2. Pajak 10% dari penerimaan kotor Rp. 8.249.500,-
    3. Perputaran uang sebelum dipotong Pajak (IV,1 & II A2/ Penyusutan Rp. 114.140.000,-
    4. Pendapatan bersih= (IV.3-IV.2) Rp. 105.890.500,-
    5. Jangka waktu pengambilan modal Investasi =2,7 tahun
    6. Imbangan penerimaan biaya (R/C ratio)= 3) : 2) 1,4
    7. Biaya produksi per PL
      Total Biaya operasional = 205.505.00= Rp 13,70
      Pembelian induk 15.000.000
8. SUMBER
Pembenihan Bandeng, Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1994
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Bina Pembenihan, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta

BUDIDAYA TIRAM MUTIARA


1. PENDAHULUAN
Mutira semula hanya diperoleh dari tiram mutiara yang hidup alami di laut. Berkat kemajuan teknologi saat ini, mutiara sudah dapat dibudidayakan, walaupun sebagian besar teknologinya masih didominasi atau dikuasai oleh bangsa lain. Balai Budidaya Laut, Lampung selalu berupaya untuk mengejar ketinggalan teknologi budidaya mutiara tersebut, karena menyadari betapa besar potensi mutiara di negara kita. Keberhasilan Balai Budidaya Laut membudidayakan mutiara merupakan langkah baru yang menunjukan bahwa teknologi itu dapat dilakukan oleh bangsa Indonesia. Di negara kita tiram mutiara yang banyak dibudidayakan adalah jenis Pinctada maxima (Goldlip Pearl Oyster). Jenis ini banyak ditemukan di perairan Indonesia Bagian Timur (Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat).
2. PEMILIHAN LOKASI
  1. Lokasi terlindung dari angin dan gelombang yang besar.
  2. Perairan subur, kaya akan makanan alami.
  3. Kecerahan cukup tinggi.
  4. Cukup tersedia induk/benih tiram mutiara.
  5. Dasar perairan pasir karang dan kedalaman air 15 ~ 25 m.
  6. Kadar garam 30 ~ 34 ppt dan suhu 25 ~ 28 0 C.
  7. Bebas pencemaran.
3. PEMASANGAN INTI
  1. Pemasangan inti mutiara bulat
    • Tiram mutiara yang telah terbuka cangkangnya ditempatkan dalam penjepit dengan posisi bagian anterior menghadap ke pemasang inti.
    • Inti mutiara bulat dibuat dari cangkang kerang air tawar dengan diameter bervariasi antara 6 ~ 12 mm.
    • Setelah posisi organ bagian dalam terlihat jelas, dibuat sayatan mulai dari pangkal kaki menuju gonad dengan hati-hati.
    • Dengan graft carrier masukkan graft tissue (potongan mantel) ke dalam torehan yang dibuat.
    • Masukkan inti dengan nucleus carrier secara hati-hati sejalur dengan masuknya mantel. Penempatannya harus bersinggungan dengan mantel.
    • Pemasangan inti selesai, tiram mutiara dipelihara dalam keranjang pemeliharaan.
  2. Pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister)
    • Tiram mutiara yang telah terbuka cangkangnya diletakkan dalam penjepit dengan posisi bagian ventral menghadap arah pemasang inti.
    • Inti mutiara blister bentuknya setengah bundar, jantung atau tetes air; terbuat dari bahan plastik. Diameter inti mutiara blister berkisar 1 ~ 2 cm.
    • Sibakkan mantel yang menutupi cangkang dengan spatula, sehingga cangkang bagian dalam (nacre) terlihat jelas.
      Gambar 1. Pemasangan Inti Mutiara Bulat
      1. Gonad
      2. Hati
      3. Perut
      4. Kaki
      5. Inti
      6. Mantel
      7. Otot adductor
      8. Otot retractor
    • Tempatkan inti mutiara blister yang telah diberi lem/perekat dengan alat blister carrier pada posisi yang dikehendaki; minimal 3 mm di atas otot adducator.
    • Setelah cangkang bagian atas telah diisi inti mutiara blister, kemudian tiram mutiara dibalik untuk pemasangan inti cangkang yang satunya. Diusahakan pemasangan inti ini tidak saling bersinggungan bila cangkang menutup. Satu ekor tiram mutiara dapat dipasangi inti mutiara blister sebanyak 8 ~ 12 buah, dimana setiap belahan cangkang dipasangi 4 ~ 6 buah.
    • Pemasangan inti mutiara blister selesai, tiram mutiara dipelihara dalam keranjang pemeliharaan di laut.
4. PEMELIHARAAN
  1. Tiram mutiara yang dipasangi inti mutiara bulat perlu dilakukan pengaturan posisi pada waktu awal pemeliharaan, agar inti tidak dimuntahkan keluar. Disamping itu tempat dimasukkan inti pada saat operasi harus tetap berada dibagian atas.
  2. Pemeriksaan inti dengan sinar-X dilakukan setelah tiram mutiara dipelihara selama 2 ~ 3 bulan, dengan maksud untuk mengetahui apabila inti yang dipasang dimuntahkan atau tetap pada tempatnya.
  3. Pembersihan cangkang tiram mutiara dan keranjang pemeliharaannya harus dilakukan secara berkala; tergantung dari kecepatan/kelimpahan organisme penempel.
    Gambar 2. Pemasangan Inti Mutiara Blister
5. PANEN
Mutiara bulat dapat dipanen setelah dipelihara 1,5 ~ 2,5 tahun sejak pemasangan inti, sedangkan mutiara blister dapat dipanen setelah 9 ~ 12 bulan.
6. SUMBER
Brosur Budidaya Tiram Mutiara, Balai Budidaya Laut, Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertanian, Lampung.
7. KONTAK HUBUNGAN
Balai Budidaya Laut, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Lampung

BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcalifer, Bloch) JARING APUNG

1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang. Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari
penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup. Untuk mengatasi masalah benih, Balai Budidaya Laut Lampung bekerja sama dengan FAO/UNDP melalui Seafarming Development Project INS/81/008 dalam upaya untuk memproduksi benih kakap putih secara massal. Pada bulan April 1987 kakap putih telah berhasil dipijahkan ddengan rangsangan hormon, namun demikian belum diikuti dengan keberhasilan dalam pemeliharaan larva. Baru pada awal 1989 kakap putih dengan sukses telah dapat dipelihara larvanya secara massal di hatchery Balai Budidaya Lampung. Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.
2. BIOLOGI
Ikan kakap putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar. Pada beberapa daerah di Indonesia ikan kakap putih dikenal dengan beberapa nama seperti: pelak, petakan, cabek, cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), dubit tekong (Madura), talungtar, pica-pica, kaca-kaca (Sulawesi). Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum : Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas : Pisces
Subclas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Famili : Centroponidae
Genus : Lates
Species : Lates calcarifer (Block)
Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:
  1. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.
  2. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
  3. Mata berwarna merah cemerlang.
  4. Mulut lebar, sedikit serong dengan geligi halus.
  5. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.
  6. Sirip punggung berjari-jari keras 3 dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
3. PEMILIHAN LOKASI
Sebelum kegiatan budidaya dilakukan terlebih dahulu diadakan pemilihan lolkasi. Pemilihan lokasi yang tepat akan menentukan keberhasilan usaha budidaya ikan kakap putih. Secara umum lokasi yang baik untuk kegiatan usaha budidya ikan di laut adalah daerah perairan teluk, lagoon dan perairan pantai yang terletak diantara dua buah pulau (selat). Beberapa persyaratan teknis yang harus di penuhi untuk lokasi budidaya ikan kakap putih di laut adalah:
  1. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
  2. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
  3. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
  4. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0 C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
  5. Benih mudah diperoleh.
  6. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
  7. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.
4. SARANA DAN ALAT BUDIDAYA
  1. Sarana dan Alat
    Pemeliharaan ikan kakap di laut umumnya dilakukan dalam keramba jaring apung (floating net cage) dengan metoda operasional secara mono kultur. Secara garis besar keramba jaring apung terdiri dari beberapa bagian yaitu:
    1. Jaring
      Jaring terbuat dari bahan:
      • Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
      • Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m
      • 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
    2. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
      • Bahan: Bambu atau kayu
      • Ukuran: 8 m x 8 m
    3. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan
      • Jenis: Drum (Volume 120 liter)
      • Jumlah: 9 buah.
    4. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.
      • Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).
      • Jumlah : 4 buah
      • Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air
    5. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
    6. Pakan yang digunakan: ikan rucah
    7. Perahu : Jukung
    8. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll
  2. Gbr 1
    Gbr 2
    Gbr 3
    Gbr 4
    Konstruksi wadah pemeliharaan
    Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar
    tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah.Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar 2. Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut
    bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini. Gambar 3. Jaring Berbentuk Bujur SangkarUntuk dapat mengikat bambu/kayu dengan mudah dapat dilihat pada gambar 4.
5. OPERASIONAL BUDIDAYA
  1. Metode Pemeliharaan
    Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu. Padat penebaran yang ditetapkan adalah 50 ekor/m 3 volume air. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg. Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerang-kerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel. Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi. Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan. Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
  2. Panen
    Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.250 kg/unit/periode budidaya. Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.
  3. Penyakit
    Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll. Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
    1. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
    2. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
    3. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.
6. ANALISA USAHA 1 TAHUN (2 PERIODE BUDIDAYA)
  1. Biaya Investasi
    • Karamba jaring apung 1 unit Rp. 2.500.000,-
    • Perahu jukung 1 unit Rp. 150.000,-
    • - Peralatan budidaya Rp. 300.000,-
      Jumlah Rp. 2.950.000,-
  2. Biaya Operasional
    • Benih 2 x 5.000 ekor x Rp 200,- Rp. 2.000.000,-
    • Pakan 2 x 13.500 kg x Rp 250,- Rp. 6.750.000,-
    • Tenaga kerja 2 orang x 1 x 6 buah x Rp. 75.000,- Rp. 900.000,-
      Jumlah Rp. 9.650.000,-
  3. Jumlah biaya (1+2) Rp. 2.950.000 + Rp 9.650.000,- Rp. 12.600.000,-
  4. Pendapatan 2 x 2.250 kg x Rp 4.000,- Rp. 18.000.000,-
  5. Selisih pendapatan dan biaya total(4-3) Rp. 5.400.000,-
  6. Penyusutan 50% x Rp 2.950.000,- Rp. 1.475.000,-
  7. Laba sebelum pajak (5-6)
Catatan
1. Harga yang dipergunakan merupakan harga di Lampung tahun 1992/1993, Perhitungan tidak menggunakan dana dari bank
7. DAFTAR PUSTAKA
  1. Anomius. 1990. “Perkembangan Rekayasa Teknologi Pembenihan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Balai Budidaya Laut Lampung”, Ditjen Perikanan, Lampung.
  2. Anomius, 1992. Buletin Budidaya Laut seri 5 & 6. BBL Lampung, Ditjen Perikanan, Lampung.
  3. Anomius, 1990/1991. Usaha Penanggulangan Serangan Penyakit pada Usaha Budidaya Laut/Rumput Laut, Ditjen Perikanan, Jakarta
  4. Djamali, M. A., Hutomo Burhanuddin dkk, 1986 “Sumber daya ikan kakap (Lates calcalifer) dan Bambangan (Lujtanus spp) di Indonesia”. LON LIPI,
  5. Hardjono, 1987. Biologi dan Budidaya Kakap Putih (Lates calcarifer) INFISH Manual seri No. 47. Ditjen Perikanan-International Development Research Centre. Jakarta.
8. SUMBER
Paket Teknologi Pembesaran Ikan Kakap Putih ( Lates calcarifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, 1994.
9. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta Jakarta, Maret 2001

BUDIDAYA IKAN BERONANG (Siganus sp)


1. PENDAHULUAN
Dalam PJPT II, sub sektor perikanan semakin dituntut dalam mencukupi kebutuhan protein hewani dari ikan. Selama ini produksi perikanan laut sebagian besar masih tergantung dari hasil pemungutan/penangkapan dari alam yang produksinya semakin menurun, dilain pihak dengan meningkatnya laju pertumbuhan penduduk kebutuhan protein akan terus meningkat setiap tahun. Oleh karena itu produksi perikanan perlu digali dari 2 (dua) sumber yaitu penangkapan dan budidaya. Salah satu komoditi ikan laut yang potensial dan sudah dapat dibudidayakan adalah ikan beronang (Siganus sp). Dari hasil penelitian ternyata komoditi beronang mempunyai nilai yang menguntungkan sebagai berikut:
  1. Ikan beronang merupakan makanan yang enak dan gurih dan disukai banyak orang sehingga pemasaran ikan ini cukup baik.
  2. Ikan ini umumnya "primary herbivor" yaitu pemakan plankton nabati tumbuhan dan juga memakan makanan buatan.
  3. Selama musim-musim tertentu benih beronang dapat diperoleh dalam jumlah banyak.
  4. Ikan beronang mempunyai toleransi besar terhadap salinitas dan suhu.
  5. Mempunyai daya adaptasi yang tinggi dan pertumbuhan yang cepat.
  6. Ikan ini sudah dapat dipijahkan di dalam laboratorium sehingga prospek pembenihan dari hatchery cukup baik.
  7. Ikan beronang mempunyai harga pasar yang cukup tinggi baik untuk konsumsi dalam maupun luar negeri, terutama yang ada telurnya selama tahun baru cina.
  8. Teknologi pembesaran ikan beronang sudah dikuasai.
Mengingat budidaya ikan beronang relatif baru dikenal masyarakat, maka petunjuk teknis ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi yang berminat melakukan usaha budidaya beronang.
2. BIOLOGI
  1. Diskripsi dan Taksonomi
    Ikan beronang dikenal oleh masyarakat dengan nama yang berbeda-beda satu sama lain seperti di Pulau Sribu dinamakan kea-kea, di Jawa Tengah dengan nama biawas dan nelayan-nelayan di Pulau Maluku menamakan dengan sebutan samadar. Ikan beronang termasuk famili Siginidae dengan tanda-tanda khusus sebagai berikut D XIII, 10 A VII, 9, P2 I, 3, 1, tubuhnya membujur dan memipih latural, dilindungi oleh sisik-sisik yang kecil, mulut kecil posisinya terminal. Rahangnya dilengkapi dengan gigi-gigi kecil. Punggungnya dilengkapi oleh sebuah duri yang tajam mengarah ke depan antara neural pertama dan biasanya tertanam di bawah kulit. Duri-duri ini dilengkapi dengan kelenjar bisa/racun pada ujungnya. Secara lengkap taksonomi ikan beronang adalah sebagai berikut.
    • Kelas:
      • Dada : Percipformes
      • Sub dada : Acanthuroidei
      • Famili : Siganidae
      • Genus : Siganus
      • Species : Siganus spp.
  2. Kebiasaan Makanan
    Sesuai dengan morfologi dari gigi dan saluran pencernaannya yaitu mulutnya kecil, mempunyai gigi seri pada masing-masing rahang, gigi geraham berkembang sempurna, dinding lambung agak tebal, usus halusnya panjang dan mempunyai permukaan yang luas, ikan beronang termasuk pemakan tumbuh-tumbuhan, tetapi kalau dibudidayakan ikan beronang mampu memakan makanan apa saja yang diberikan seperti pakan buatan.
  3. Penyebaran
    Penyebaran ikan beronang ini cukup luas, tetapi penyebaran setiap species sangat terbatas seperti yang terdapat di LON LIPI daerah penyebaran setiap
    species sebagai berikut:
Pulau
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Maluku & Irian
Nusa Tenggara
Siganus
Guttatus Bengkulu, Padang, Deli P. Seribu, Cirebon, Balay, Surabaya Balikpapan Ujung Pandang, Bajo, Manado, Selayar Seram, P. Obo, Ternate, Ambon  
Canaculatus Padang Ujung Kulon, Teluk Banten, P. Seribu     Ternate, Bacan  
Vulpinus     Birabirahan Masalembo, Ujung Pandang, Manado Ternate, Kajoa, Ambon, Seram, Manokwari  
Virgatus Pariaman, Padang, Bangka, Belitung P. Seribu, Bawean Sundakan Ujung Pandang, Bajo    
Coralinus            
Chrysapilus   P. Seribu Stagen, Balikpapan Ujung Pandang, Manado, Slayar P. Obi, Roti, Ambon Sumbawa
Javus Deli, Sibolga, Bengkulu, Bangka, Belitung Jakarta, Cirebon, Semarang, Jepara, Surabaya, Pasuruan, madura   Ujung Pandang, Bajo    
Vermiculatus Bengkulu, Padang, Sibolga, Nias P. Seribu, Semarang Balikpapan, sundakan Ujung Pandang, Bulukumba, Manado, Sangihe Halmahera, Morotai, Ternate, Bacan, Ambon Semua Nusa Tenggara & Timor
Lineatus         Ternate, Morotai, Ambon dan sekitarnya  
Puelus   P. Seribu   Ujung Pandang Maluku dan sekitarnya  
Spinus Bengkulu, Padang, Tapak Tuan P. Serinu, Pacitan, Karang Bolong, Prigi   Ujung Pandang. Bajo, Manado P. Obi, Roti, Ambon Semua Nusa Tenggara & Timor, Bali
3. TEKNOLOGI BUDAYA
  1. Persyaratan Lokasi Budidaya
    Untuk mencapai produksi jenis komoditas budidaya laut secara optimal memerlukan kecermatan dalam penentuan lokasi budidaya yang akan dikembangkan serta kecocokan metoda yang digunakan. Dalam hal ini, pemilihan lokasi untuk budidaya ikan di laut harus akan mempertimbangkan dari aspek teknis dan non teknis. Dari segi aspek teknis hal-hal yang harus diperhatikan meliputi:
    1. Perairan/lokasi yang dipilih harus terlindung dari pengaruh angin/musim dan gelombang, hal ini untuk mengamankan/melindungi salinitas budidaya.
    2. Pergerakan air harus cukup baik dengan kecepatan arus antara 20 ~ 40 cm/detik, apabila kecepatan arus kurang mengakibatkan penyediaan air
      kurang dan O2 yang di supplay juga akan berkurang dan sebaliknya apabila kecepatan arus cukup besar pertumbuhan ikan akan terganggu sebab energi yang didapatkan dari makanan banyak keluar untuk melawan arus.
    3. Lokasi harus bebas dari pengaruh pencemaran atau polusi baik limbah industri maupun limbah rumah tangga.
    4. Lokasi juga harus bebas dari hama yang meliputi antara lain ikan-ikan besar dan buas, binatang yang selain potensial dapat mengganggu (predator).
    5. Hal yang sangat penting lokasi harus memenuhi persyaratan kualitas air yang baik untuk pertumbuhan ikan seperti :
      • Kadar garam berkisar antara 27 ~ 32 ppt.
      • Suhu air berkisar antara 28 ~ 32 0 C.
      • O2 (oksigen) berkisar antara 7 ~ 8 ppm.
      • Nitrat 0,9 ~ 3,2 ppm dan phospat 0,2 ~ 0,5 ppm.
    6. Untuk mempermudah kelancaran kegiatan yang berhubungan dengan usaha budidaya yang meliputi sarana jalan, telpon, listrik, sumberdaya manusia, pakan, pasar, ketersediaan bimbingan harus dalam jumlah yang cukup memadai serta bahan-bahan untuk komoditi budidaya mudah diperoleh. Sedangkan aspek dari aspek non teknis harus memperhatikan sektor-sektor yang berkaitan dengan kebijaksanaan penggunaan lahan dalam hubungan
      dengan kepentingan sektor lain seperti pariwisata, pelayaran, dll.
  2. Sarana produksi
    Metoda budidaya ikan beronang di laut dapat dilakukan dengan metoda. Karamba Jaring Apung (KJA) yaitu wadah atau tempat budidaya ikan yang terbuat dari bahan jaring yang digantungkan pada kerangka (rakit) di laut.
    1. Gbr 1
      Gbr 2
      Gbr 3
      Gbr 4
      Gbr 5
      Gbr 6
      Desain Konstruksi Keramba Jaring Apung
      Keramba Jaring Apung terdiri dari komponen rakit apung, kurungan, pelampung dan jangkar. Cara pembuatan masing-masing komponen
      tersebut adalah sebagai berikut:
      • Rakit Apung
        Pembuatan rakit apung dapat dilakukan di darat dengan terlebih dahulu membuat kerangka sesuai dengan ukuran yaitu 8 x 8 m. Kerangka ini berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan yang berbentuk segi empat dan terbuat dari bahan bambu atau kayu. Setiap unit kerangka dapat terdiri dari 2 atau 4 kurungan tetapi secara ekonomi setiap unti dianjurkan sebanyak 4 (empat) buah kurungan. Kerangka ditempatkan di lokasi budidaya dengan diberi jangkar sebanyak 4 buah agar tetap pada tempatnya atau tidak terbawa arus.
        Gambar 1. Kerangka Rakit
      • Kurungan
        Kurungan berfungsi sebagai wadah pemeliharaan ikan yang terbuat dari bahan polyethilen (PE) D. 18 dengan lebar mata jaring antara 0,75 ~ 1". Bentuk kurungan disesuaikan dengan bentuk kerangka rakit yaitu empat persegi dengan ukuran 3 x 3 x 3 m 3 . Jaring apung yang telah siap dibuat di pasang pada kerangka rakit dengan cara mengikat ke empat sudut bagian atas pada setiap sudut kerangka. Pola pembuatan kurungan dan cara pengikatan dapat dilihat pada gambar 2 dan gambar 3 dan agar kerangka jaring apung tetap terbentuk bujur sangkar, maka pada sudut bagian bawah jaring diberi pemberat. Gambar 2. Pola Pembuatan Kurungan Apung. Gambar 3. Cara Pengikatan Jaring Gambar 4. Kurungan Telah Dipasang pada Rakit
      • Pelampung
        Untuk mengapungkan sarana budidaya termasuk rumah jaga diperlukan pelampung. Pelampung dapat digunakan drum plastik volume 200 liter. Dan untuk menahan rakit diperlukan pelampung sebanyak 12 buah. Pelampung diikat dengan tali polyethelene (PE) yang bergaris tengah 0,8 ~ 1,0 cm. Gambar 5. Penempatan dan Pemasangan Pelampung Pada Kerangka Rakit
      • Jangkar
        Jangkar berfungsi untuk menahan sarana budidaya agar tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh arus dan angin ataupun gelombang. Setiap inti keramba jaring apung dipergunakan jangkar 4 buah yang terbuat dari besi dengan berat 50 kg. Panjang tali jangkar biasanya 1,5 kali kedalaman perairan pada waktu pasang tinggi. Gambar 6 Pengaturan dan Pemasangan Jangkar
    2. Benih
      • Persyaratan Benih
        Benih yang digunakan untuk budidaya perlu diperhatikan dan diseleksi benih yang betul-betul sehat. Benih yang sakit akan terhambat pertumbuhannya dan lebih berbahaya lagi adalah penularannya ke ikan di dalam wadah budidaya. Berdasarkan pengamatan visual secara umum benih yang sehat antara lain adalah :
        • Bentuk badan normal/tidak cacat/tidak sakit;
        • Gerakan ikan lincah;
        • Mempunyai respon yang tinggi terhadap pakan yang diberikan.
      • Penyediaan Benih
        Sampai saat ini benih ikan beronang yang digunakan dalam usaha budidaya berasal dari hasil penangkapan di alam. Benih ikan beronang dapat diperoleh dalam jumlah besar pada saat musim puncak benih. Untuk setiap jenis beronang musim puncaknya akan berlainan setiap lokasi. Penyediaan benih ikan beronang secara massal dari hatchery sampai saat ini masih dalam pengkajian walaupun pemijahan untuk beberapa
        jenis sudah berhasil dilakukan.
      • Penanganan dan Transportasi Benih
        Benih ikan beronan sangat peka terhadap perubahan lingkungan seperti suhu dan salinitas, sehingga penanganan benih ikan beronang
        sangat perlu dijaga hati-hati. Pada saat pemindahan benih dari suatu wadah ke wadah lain harus selalu diambil bersama airnya. Pemindahan benih dapat dilakukan sehari setelah pengumpulan dan cukup memberikan istirahat bagi ikan dan untuk perlakuan selanjutnya disarankan untuk menggunakan seser yang tidak cekung untuk menghindarkan luka-luka di kulit akibat persentuhan benih satu sama lain. Pengangkutan benih ikan beronang untuk jarak dekat dapat digunakan keramba dengan anyaman bambu yang halus dan diapungkan di air. Keramba diseret perlahan-lahan menuju tempat budidaya. Dan untuk jarak jauh dapat digunakan kantong-kantong plastik atau periuk-periuk tanah. Benih ikan beronang dengan perlakuan baik dan aklimasi yang cukup dapat ditransportasi sampai maksimum 48 jam.
    3. Pakan
      • Persyaratan Pakan
        Salah satu faktor yang sangat penting menentukan pertumbuhan ikan yang dipelihara adalah faktor ketersediaan pakan yang cukup baik kualitas maupun kuantitas sehingga harus diperhatikan sebaik-baiknya yaitu harus memenuhi komposisi dan jumlah nutrient/zat makanan yang dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Pakan yang diberikan sebaiknya yang masih baru (pellet) dan segar (ikan rucah).
      • Penanganan Pakan
        Untuk menjaga kualitas pakan yang diberikan untuk budidaya ikan beronang perlu diperhatikan penanganan terhadap pakan yang digunakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pakan antara lain adalah tempat penyimpanan pakan harus bersih dan kering.
  3. Teknologi Budidaya
    1. Pola Produksi
      Dalam usaha budidaya ikan laut pengaturan pola tanam perlu disesuaikan dengan ketersediaan seperti (benih, pakan) dan pengaruh dari musim serta ketersediaan pasar. Untuk itu dalam kegiatan budidaya ikan di laut setiap lokasi akan berbeda sesuai dengan kondisi setempat. Dalam pengaturan pola tanam yang berhubungan daya serap pasar alternatif pola tanam adalah setiap KK adalah melakukan penanaman pada 1 unit karamba jaring apung yang terdiri dari 4 buah jurungan dan penebaran benih dapat dilakukan selang 3 hari - 1 minggu setiap KK atau tergantung dari daya serap pasar.
    2. Cara Penebaran Benih
      Benih sebelum ditebarkan perlu diaklimasikan terlebih dulu, kemudian secara perlahan-lahan ditebarkan ke dalam wadah budidaya. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari.
    3. Cara Pemberian Pakan
      Jenis pakan yang digunakan pada budidaya ikan beronang adalah pellet kering dengan jumlah sebanyak 2% dari berat badan ikan setiap hari. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari. Konversi pemberian pakan dengan menggunakan pellet biasanya 1 : 4 yang berarti untuk memperoleh berat ikan 1 kg dibutuhkan pellet sebanyak 4 kg.
    4. Penanganan Hasil
      Panen ikan beronang dilakukan setelah masa pemeliharaan 4 ~ 6 bulan setelah penebaran. Panen dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : - Panen sebagian, dilakukan dengan cara memanen ikan yang telah berukuran tertentu tergantung kebutuhan pasar dengan menggunakan serok/lampit/alat angkap.
      • Panen seluruhnya, dilakukan dengan cara memanen hasil budidaya sekaligus dengan cara menarik/mengangkat sebagian jaring ke arah suatu sudut sehingga akan terkumpul pada suatu tempat dan kemudian diambil dengan menggunakan serok/lambit/alat tangkap denganberhati-hati agar ikan tidak mengalami luka/cacat. Panen sebaiknya dilakukan pada saat udara sejuk.
  4. Manajemen Budidaya
    Permasalahan yang sering ditemui pada pemeliharaan ikan di laut dengan jaring apung adalah pengotoran/penempelan oleh organisme penempel pada sarana yang digunakan seperti kerangka, rakit, kurungan apung dan pelampung. Penempelan organisme tersebut akan mengganggu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat. Untuk menanggulangi organisme penempel ini maka perlu dilakukan pembersihan terutama kurungan secara periodik paling sedikit 1 bulan sekali atau tergantung pada banyak sedikitnya organisme penempel. Sedangkan untuk pembersihan kurungan dilakukan dengan menyikat atau dengan menggunakan mesin semprot jaring.
  5. Hama dan Penyakit
    1. Hama
      Hama yang sering mengganggu budidaya ikan beronang laut adalah berupa hewan/binatang atau pengganggu lainnya seperti burung dan lingsang. Hama dapat menyerang dan membuat kerusakan pada kurungan ikan. Penanggulangan hama dapat dilakukan dengan cara menutup bagian atas kurungan dengan jaring serta memagar/melingkari kurungan. Selain itu gangguan karena pencurian oleh manusia perlu juga diwaspadai.
    2. Penyakit dan Pencegahannya
      Untuk mengetahui jenis penyakit dan cara pencegahannya diperlukan diagnosa gejala penyakit. Gejala penyakit untuk ikan yang dibudidayakan
      dapat dilihat/diamati dengan tanda-tanda sebagai berikut :
      • Ada kelainan tingkah laku : salah satu atau beberapa ikan keluar dari kelompoknya dan cara berenangnya miring atau "driving" (ikan yang
        berada di permukaan langsung menuju dasar dengan cepat). Gejala demikian biasanya disebabkan oleh beberapa penyakit, antara lian :
        penyakit insang, penyakit sistem saraf otak, keracunan bahan kimia logam berat, dan kekurangan vitamin.
      • Ikan tidak mau makan : perhatikan sudah berapa lama keadaan ini terjadi, penyebabnya adalah : penyakit diabetes (oxydized fatty), kelebihan mineral yang berasal dari pakan dan kebosanan yang terjadi karena persediaan pakan sedikit.
      • Ada kelainan pada bentuk ikan : hal ini terjadi pada rangka ikan dan permukaan tubuh ikan.
      • Mata tidak normal : disebabkan oleh bakteri dan parasit tremotoda Giganea sp. Untuk organ tubuh bagian dalam gejala penyakit dapat terjadi pada : Insang : Hilang beberapa bagian, disebabkan kekurangan darah dan keracunan, atau parasit yang berupa ciliata dan monogenik. Otak : Terjadi pendarahan dan TBS, disebabkan oleh parasit Myxosporadia, Giganea sp, Streptococcus sp, dan Nocardia sp. Jantung : Menjadi tebal dan membesar, disebabkan oleh bakteri klas Mycospradia, membran jantung membesar karena diserang bakteri Streptococcud spp. Hati : Membesar atau mengecil, warna hijau/kuning, disebabkan oleh perubahan kadar lemak (fatty change liver desease). Jamur yang berasal dari pakan yang terkontaminasi dapat menyebabkan hati mengalami pendarahan, keras, mudah pecah. Lambung : Menjadi kembung, luka dan berlobang, disebabkan oleh parasit yang termasuk klas Cestoda. Usus : Luka, pendarahan, keluar dari anus dan vibriosis, disebabkan oleh parasit dalam klas Nematoda, Trematoda, Cestoda dan Acanthocephala. Limpa : Menjadi besar/kecil dan kekurangan darah, disebabkan oleh
        adanya penyakit di bagian lain. Otot : Warna tidak jelas/putih, terjadi pendarahan, disebabkan oleh bakteri Nacordia sp atau serangan parasit Microsporidae.
    3. Penanganan Ikan Sakit
      Penanganan terhadap ikan sakit dapat dibagi atas dua langkah yaitu :
      • Berdasarkan teknik budidaya :
        Tindakan-tindakan yang dilakukan antara lain adalah :
        • Menghentikan pemberian pakan pada ikan;
        • Mengganti makanan dengan jenis lain;
        • Mengkelompokkan ikan menjadi kelompok-kelompok yang kepadatannya/ densitasnya rendah;
        • Bila mungkin ikan-ikan dipanen, daripada menjadi wabah bagi ikan yang lain.
      • Berdasarkan terapi kimia :
        Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah :
        • Memeriksa kepekaan dari masing-masing obat yang akan digunakan;
        • Memeriksa batas dosis yang aman untuk masing-masing obat agar tidak terjadi "over dosis";
        • Menjaga agar obat tidak terkontaminasi oleh bakteri;
        • Memperhatikan keterangan yang dikeluarkan oleh pabrik obat tersebut.
    4. d. Cara Pemberian Obat
      Cara pemberian obat yang akan digunakan dapat ditentukan sendiri dengan memperhatikan bentuk obat, jumlah ikan yang terkena penyakit, kondisi dan sarana yang dimiliki di lapangan (tempat budidaya). Ada beberapa cara pemberian obat yang dapat digunakan, yaitu :
      • Ditenggelamkan dalam tempat budidaya;
      • Disebarkan pada permukaan;
      • Dicampurkan dalam pakan;
      • Dengan cara injeksi.
        Pada ikan beronang biasanya banyak kedapatan parasit jenis monogenetik trematoda pada bagian insangnya, parasit ini dapat dilepaskan dengan mengunakan "dipterex" (organoposfat, sinonim : Dylox, Masoten, Neguvon) dengan dosis sebesar 30 ppm selama 8 - 16 m enit dan 50 ppm selama 4 - 5 menit. Percobaan ini hasilnya positif, dengan tingkat kematian ikan beronang sampai 0%. Waktu dan dosis obat yang diberikan perlu diperhitungkan dengan hati-hati agar tidak terjadi kelebihan dosis yang dapat mengakibatkan kematian pada ikan. Oleh karena itu perlu diketahui berapa jumlah dosis yang digunakan. Di bawah ini diberikan beberapa dosis yang mematikan terhadap beberapa jenis ikan beronang.
        Tabel 4. Dosis Dipterex yang mematikan terhadap beberapa jenis ikan beronang (Tanaka dan Basyari, 1982).
        No
        Jenis Ikan
        Panjang Total
        Rata-rata (cm)
        Konsentrasi Dipterex (ppm)
        Waktu (menit)
        1 S. canaliculatus
        3
        30
        39
        2 S. canaliculatus
        8-12
        50
        9
        3 S. guttatus
        3
        30
        49
        4 S. guttatus
        5-8
        50
        9
        5 S. javus
        3
        50
        4
        6 S. javus
        3
        30
        28
        7 S. javus
        9-11
        50
        9
        8 S. javus
        15
        30
        15

    5. Pencegahan penyakit
      Untuk mencegah agar ikan yang dibudidayakan tidak terkena penyakit dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :
      • Menjaga kebersihan tempat budidaya;
      • Menjaga lingkungan/tidak tercemar oleh limbah industri dan bahan-bahan kimia pertanian;
      • Memeriksa jenis pakan yang akan diberikan dan hindarkan kontaminasi jamur;
      • Lakukan vaksinasi bagi ikan yang sehat.
4. DAFTAR PUSTAKA
  1. Dana Kusumah, E., 1985, Beberapa Aspek Biologi Ikan Beronang (Siganus spp) Workshop Budidaya Laut 28 Oktober - 1 Nopember 1985 di Lampung. 10 pp.
  2. WASPADA, E, Hiroki, 1985. Percobaan Pemberian Pakan pada Pemeliharaan Benih Ikan Beronang, Workshop Budidaya Laut 28 Oktober - 1
    Nopember. 68 - 73 p.
  3. Marto Sewajo, S., Burhanudin, Djamali, P. Sianipar. 1981. Ikan Beronang. Biolobi , Potensi dan Pengelolaannya. LON - LIPI. 45 p.
  4. Basyori, A., E. Dana Kusumah; Philip T. T, Pramu, S, Musthahal dan M. Isra. Budidaya Ikan Beronang (Siganus spp). Direktorat Jenderal Perikanan bekerjasama dengan IDRC, 39 p.
  5. Informasi Teknologi, BBL.
5. SUMBER
Pedoman Teknis Budidaya Ikan Beronang, Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta, 1997.

6. KONTAK HUBUNGAN
Direktorat Bina Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Justin Bieber, Gold Price in India